
Salah satu konsep penting dalam time series adalah stasioneritas. Sebuah time series dikatakan stasioner jika sifat-sifatnya tidak tergantung pada waktu. Atau dengan kata lain, time series tersebut memiliki mean dan varians yang konstan seiring waktu.


Hal ini dapat menjadi indikator bahwa proses yang menghasilkannya stabil.
Mengapa stasioneritas penting dalam pengolahan time series? Beberapa model populer untuk time series bergantung pada stasioneritas, di antaranya Autoregression (AR), Moving Average (MA), dan ARMA. Selain itu, non stasioneritas dalam time series berpotensi memunculkan spurious correlation atau korelasi palsu, yaitu adanya korelasi yang tidak menunjukkan kausalitas.
Berikut ini contoh spurious correlation antara tingkat perceraian di negara bagian Maine, dengan konsumsi margarin per kapita di Amerika Serikat, yang diambil dari sini.

Dari grafik di atas tampak korelasi yang sangat tinggi, melebihi 99%, akan tetapi tidak ada hubungan sebab akibat antara keduanya.
Lalu apa yang dapat kita lakukan pada data non stasioner? Kita bisa melakukan transformasi terhadap data tersebut, misalnya dengan logaritma, atau melakukan differencing, yang akan kita bahas pada artikel berikutnya.
Mendeteksi Stasioneritas dalam Time Series
Ada 3 cara mendeteksi/menguji stasioneritas :
- Visualisasi
- Autokorelasi
- Test Parametrik
Visualisasi
Visualisasi memungkinkan kita untuk melihat berbagai karakteristik atau fitur dalam data, termasuk adanya pola, outlier, perubahan dari waktu ke waktu, serta hubungan antar variabel. Visualisasi pada dasarnya bersifat subjektif, akan tetapi visualisasi dapat digunakan untuk memberikan gambaran awal mengenai data.

Seperti dalam contoh di atas yang diambil dari sini, kita bisa melihat adanya trend pada time series a, c, e, f, dan i. Sedangkan seasonalitas terlihat pada d, h, dan i.
Sedangkan pada grafik g, meskipun secara sekilas tampak adanya pola siklik yang kuat, tetapi cycle-nya tidak memiliki pola yang tetap, sehingga bukan merupakan pola seasonalitas.
Autokorelasi
Kita dapat memeriksa apakah sebuah time series stasioner dengan melihat fungsi autokorelasi (ACF). Apa sebenarnya autokorelasi itu? Autokorelasi pada dasarnya mengukur kesamaan antar pengamatan sebagai fungsi dari jeda waktu di antara mereka. Autokorelasi mengukur hubungan antara nilai variabel saat ini dan nilai masa lalunya.

Grafik autokorelasi disebut dengan correlogram. Pola correlogram pada umumnya adalah seperti berikut ini :
- Stasioner : Semua nilai autokorelasi di bawah batas confidence interval, kecuali lonjakan pertama
- Terdapat trend dan seasonalitas : Nilai autokorelasi menurun dengan sangat lambat, dan bentuknya mirip dengan grafik sinus
- Terdapat trend, tidak ada seasonalitas : Menurun dengan sangat lambat dan terdapat lonjakan melampaui confidence interval
- Terdapat seasonalitas, tanpa trend : Menurun dengan cepat, bentuknya mirip dengan grafik sinus



Tes Statistik
Selain dua metode di atas, deteksi stasioneritas dapat dilakukan dengan tes statistik, atau disebut juga dengan unit root test.
Beberapa tes statistik yang umum dilakukan untuk mendeteksi stasioneritas adalah :
- Tes Augmented Dickey-Fuller (ADF)
- Tes Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin (KPSS)